Selasa, 24 November 2009

PERTAMINA GEOTHERMAL SIAPKAN BABAK BARU

Kegiatan panasbumi Pertamina kini sedang mempersiapkan diri untuk memasuki babak baru. Kegiatan usaha panasbumi tersebut harus segera dialihkan kepada anak perusahaan.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditegaskan dalam pasal Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2003 tentang, bahwa dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak perusahaan perseroan didirikan kegiatan usaha di bidang panasbumi yang dilaksanakan oleh perusahaan perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dialihkan kepada anak perusahaan yang dibentuk oleh perusahaan perseroan.

Dalam pembukaan Rapat Kerja Pertamina Geothermal di Sirnagalih pekan lalu (20/4), GM Geothermal Sukusen Soemarinda menegaskan bahwa dalam rapat kali ini ada dua target utama yang menjadi perhatian yakni upaya mencapai target RKAP 2005 secara maksimal dan implementasi PT Pertamina Geothermal Energy yang diharapkan dalam 2005 ini bisa diwujudkan.

Saat membuka Raker tersebut, Direktur Utama Widya Purnama menegaskan bahwa geothermal diharapkan bisa menjadi energi utama dimasa depan. Apalagi dengan kondisi migas Indonesia cepat atau lambat akan semakin menurun.
Lebih lanjut Dirut menyampaikan harapannya atas komitmen pekerja di sektor geothermal. Dirut juga mengharapkan geothermal Pertamina bisa menjadi andalan. ?Apalagi hal ini ditunjang dengan kondisi cadangan geothermal di Indonesia terbesar di dunia,? tegasnya. Dirut juga mengharapkan agar kegiatan panasbumi ini harus menguntungkan bagi perusahaan.

Acara Raker dibuka secara resmi oleh Dirut Widya Purnama yang didampingi oleh Dir. Hulu Hari Kustoro,General Manager Geothermal Sukusen Soemarinda. Turut hadir pada kesempatan tersebut jajaran komisaris dan manajemen PT Geodipa Energy. Raker kali ini merupakan gabungan antara PT Geodipa Energy dan Geothermal Pertamina. Untuk ada interaksi antara keduanya. Raker diikuti sekitar 50 orang dari Pertamina dan 25 orang dari PT Geodipa Energy dan ditambah beberapa undangan.

Raker ini berlangsung dua hari dengan tema Upaya Mencapai Target RKAP Secara Maksimal dan Mempersiapkan Implementasi PT Pertamina Geothermal Energy Melalui Optimalisasi Kinerja Sumber Daya Yang Ada.

Lebih lanjut Sukusen menegaskan Pertamina Geothermal menyampaikan tujuh butir target yang hendak dicapai pada 2005. Target pertama adalah implementasi SAP geothermal 1 Juni 2005 Go Live seluruhnya Kamojang, Lahendong, Sibayak dan Kantor Pusat Jakarta. ?Seluruh geothermal akan menggunakan SAP sebagai tool untuk meningkatkan kinerjanya,? kata Sukusen. Kedua, Pertamina geothermal akan menyelesaikan proyek Kamojang 4 yang diharapkan bisa onstream 2007. Ketiga, target penyediaan uap di Lahendong di unit 2 dan 3 sebesar 40 MW. Keempat, persiapan pengembangan Ulubelu dan Lumut Balai. Kelima, menjaga tingkat perolehan revenue melalui security of supply pasok uap lapangan kamojang dan lahendong. Keenam, peningkatan efisiensi kinerja operasi secara berkesinambungan untuk mencapai target unit cost per ton yang cukup rendah sesuai kesepakatan KPI geothermal yang sudah ditandatangani dengan Dir. Hulu. Ketujuh, Pertamina geothermal pada 2005 akan meningkatkan status nilai proper ke arah yang lebih tinggi. Saat ini, kata Sukusen, geothermal mempunyai nilai proper biru. ?Berarti di 2005 minimal hijau bahkan diharapkan salah satu lapangan geothermal bisa gold walaupun sangat sulit sekali,? ungkapnya.

BUTUH DANA SATU MILIAR DOLAR
Dalam sambutannya, Sukusen mengatakan bahwa saat ini Pertamina telah menyelesaikan pra studi kelayakan untuk proyek-proyek panasbumi mendatang dengan total keseluruhannya sebesar 540 MW. Dana yang diperlukan sekitar 1 miliar dolar AS dari hulu ke hilir.

Proyek tersebut meliputi Kamojang unit lima, Ulubelu unit satu sampai empat, Lumutbalai unit satu sampai empat, Lahendong unit empat dan lima. ?Hal ini sudah disampaikan kepada Dirut dan kami mohon dukungan untuk mendapatkan pendanaan tersebut,? ungkapnya.

Menanggapi hal ini, Dirut Widya Purnama menegaskan bahwa Direksi dan jajaran manajemen telah melaporkan masalah pengembangan energi panasbumi Pertamina kepada Wakil Presiden RI.
Pada kesempatan yang sama, Dir. Hulu menegaskan bahwa komitmen yang menjadi target 2005 acuannya RKAP itu menjadi tekad kita untuk bisa dilaksanakan dengan baik. ?Kalau mungkin malah melebihi target, walaupun kita ketahui ada kendala-kendala yang sering kita hadapi,? kata Dir. Hulu.

Dari sisi teknis, kata Hari, Pertamina juga harus sudah komit mengenai masalah best practices yang tetap harus dipegang dalam melaksanakan kegiatan operasi panasbumi. ?Kami harapkan panasbumi yang relatif lebih baru jangan sampai terlambat dalam hal maintenance jadi tetap diupayakan untuk kita disiplin,? katanya.

Dalam hal maintenance, Hari menambahkan bahwa hal ini memang menyangkut masalah efisiensi biaya dan lain sebagainya. ?Tapi kalau sudah merupakan suatu standar yang harus dipenuhi, saya kira aspek maintenance harus diperhatikan jangan sampai nanti fasilitas yang ada jadi cepat rusak dan pada akhrinya membahayakan lingkungan,? tegasnya.

Mengenai SDM, Dir. Hulu mengatakan bahwa pekerja di lingkungan panasbumi usia rata-rata pekerjanya relatif jauh lebih muda dibandingkan dengan pekerja Pertamina di sektor migas. ?Ini merupakan satu keunggulan untuk bidang panasbumi yang potensi pengembangan ke depannya masih sangat besar,? ungkapnya. Dir. Hulu mengharapkan para pekerja muda ini bisa secara serius mengembangkan diri sehingga bisa menjadi profesional yang dapat dibanggakan.

Salah satu butir yang digarisbawahi oleh Dir. Hulu adalah masalah integritas. Dengan munculnya era keterbukaan dan lain sebagainya, semua unsur stakeholder bisa melihat secara langsung bagaimana Pertamina dalam mengelola kegiatan panasbumi ini. ?Ini menjadi tantangan bagi pekerja untuk kita bisa membuktikan bahwa kita bekerja sesuai dengan aturan main GCG. Ini hanya bisa jalan kalau kita masing-masing memiliki komitmen dengan integritas diri kita,? katanya.
Saat ini, PT Pertamina (Persero) memiliki 15 wilayah kerja panas bumi di seluruh Indonesia yakni tujuh wilayah operasi sendiri, enam wilayah join operation contrac, dan dua wilayah kerja join venture dengan PLN melalui PT Geodipa
di Dieng dan Patuha.

Dari tujuh wilayah kerja yang dioperasikan sendiri oleh Pertamina, tiga diantaranya sudah berproduksi yakni Kamojang, Lahendong dan Sibayak. Selain itu, dua wilayah lain yang masih dalam tahap persiapan pengembangan berada di Ulubelu dan Lumutbalai. Saat ini Pertamina juga sedang melakukan eksplorasi tahap awal panas bumi di wilayah Sulawesi Utara dan Sumatera Selatan

Mengungsi karena Banjir

JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan rumah di RT 09 dan 11 di RW 01 Kelurahan Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (11/11), terendam hingga sepinggang orang dewasa setelah hujan lebat turun sejak Selasa malam. Genangan air itu diduga akibat resapan air berupa empang di kawasan itu diuruk.

Akibatnya, pada Selasa malam itu, warga pun mengungsi ke Kantor Kelurahan Duren Sawit yang berjarak sekitar 300 meter. Hingga Rabu pukul 16.00, air masih setinggi 20-25 sentimeter.

Rohati (45), warga RT 9 RW 1, yang ditemui kemarin mengatakan, warga mulai mengungsi ke kantor kelurahan mulai pukul 18.00. ”Ada 50 kepala keluarga (KK) yang mengungsi ke kantor kelurahan. Barang-barang saya sebagian masih di sana,” ucapnya.

Kemarin, rumah Rohati tampak masih terendam air setinggi 20 sentimeter. Belasan rumah lainnya juga terendam. Beberapa penghuni rumah tampak menguras air yang menggenangi ruang tamu. Belasan perabot rumah tangga dikeluarkan untuk dijemur.

Edy Siswoyo (51), warga lainnya, mengatakan, total rumah yang terendam mencapai 60 rumah. Menurut dia, baru kali ini rumah warga terendam hingga sepinggang orang dewasa setelah hujan lebat selama satu jam.

”Ini gara-gara empang kolam pemancingan ikan seluas 3.000 meter persegi diuruk,” ujar Edy. Karena diuruk, tempat pembuangan air pun hilang. Air tak bisa lagi mengalir ke empang itu. Maka, ketika hujan lebat, air pun langsung ke permukiman penduduk.

Menurut Edy, sebenarnya warga pernah urunan Rp 10.000 setiap KK untuk membuat saluran pembuangan ke kanal banjir timur (KBT). ”Warga sudah tiga kali membuat saluran pembuangan, tetapi tiga kali pula si penguruk tanah menimbun saluran,” tutur Edy.

Ia mengatakan, baru Rabu pagi kemarin backhoe milik pengelola KBT membuatkan saluran air langsung ke KBT. Namun, saluran pembuangan itu belum membuat genangan air hilang.

Lurah Duren Sawit Yogi Metro Peni yang ditemui di kantor kelurahan kemarin menjelaskan, empang memang diuruk oleh pemiliknya sendiri.

”Karena ini bukan soal tanah negara, saya tidak mau ikut campur persoalan yang terjadi antara warga sekitar dan pemilik tanah. Yang saya lakukan selama ini adalah memediasi masalah yang timbul di antara mereka,” papar Peni.

Sejumlah warga yang ditemui mengaku, rumah mereka memang berada di atas tanah yang bukan miliknya. Menurut Peni, pihaknya tidak keberatan kantor kelurahan dijadikan tempat warga mengungsi. ”Silakan saja. Saya terbuka. Namun, mesti tertib dan tidak mengganggu tugas rutin kami di kelurahan,” katanya.

Persiapan banjir

Di tempat lain, Wakil Wali Kota Jakarta Timur (Jaktim) Asep Syarifudin kepada wartawan menjelaskan, menghadapi kemungkinan banjir, pihaknya telah menyiapkan 29 perahu karet, 130 mobil, dan 61 sepeda motor. ”Saya telah memeriksa kelayakan seluruh perangkat banjir,” ucapnya. Asep menambahkan, masih sekitar 5 persen dari total mobil dan sepeda motor dinas yang harus diperbaiki.

Titik banjir terbesar di Jaktim berada di Kampung Melayu dan Cawang. Di Jakarta Selatan, titik banjir berada di Bukit Duri, Bintaro, Pondok Karya, dan Petukangan Selatan. Di Jakarta Barat, titik banjir di Rawa Buaya, Kapuk, dan Tegal Alur, sedangkan di Jakarta Utara berada di Sunter Agung, Penjaringan, Rawa Badak, Koja, dan Kapuk Muara.

Repot Disinggahi Imigran Ilegal

KOMPAS.com - Hanya dalam rentang waktu yang relatif singkat, Oktober dan November, serombongan imigran dari dua negara, Sri Lanka dan Afganistan, terdeteksi dan selanjutnya ditangkap aparat keamanan Republik Indonesia karena memasuki wilayah Indonesia di Provinsi Banten.

Sebagai daerah yang bersentuhan dengan Selat Sunda, notabene merupakan alur laut kepulauan Indonesia yang acap dilewati kapal berbendera internasional, Banten berpotensi dilewati arus imigran. Alhasil, di peta pemberitaan, Banten pun menjadi wilayah yang kerap terwartakan dimasuki imigran.

Sebut, misalnya, kejadian pada 11 Oktober lalu ketika 255 imigran asal Sri Lanka ditangkap di perairan Selat Sunda saat kapal kayu kargo pengangkut barang yang mereka tumpangi sedang dalam pelayaran menuju Pulau Christmas, Australia.

Berselang 34 hari kemudian, Minggu (15/11) subuh, sebanyak 40 imigran asal Afganistan juga ditangkap polisi di daerah Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Bahkan, sebagian imigran sudah mendarat dan menginap di sebuah vila di Labuan ketika ditangkap. Sebagian lainnya ditangkap ketika mereka sedang menggunakan sampan hendak menuju ke kapal yang mengapung di dermaga kecil di belakang vila tersebut.

Dalam perjalanan pemeriksaan, polisi pun menetapkan tiga tersangka yang diduga terlibat sebagai penyelundup. Adapun penanganan para imigran diserahkan kepada pihak imigrasi dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

Di balik layar, banyak kerepotan yang harus dilakukan untuk mengurus imigran tersebut. Sebut saja, membujuk imigran Sri Lanka merapat ke pelabuhan bongkar muat Indah Kiat di Cilegon pun bukan masalah mudah. Negosiasinya memakan waktu beberapa hari.

Bahkan, hingga menyentuh hitungan satu bulan pun sebagian besar imigran tersebut masih tetap memilih bertahan di kapal kayu. Informasi yang dihimpun, resistensi imigran ini antara lain dilandasi ketakutan mereka apabila nantinya dikembalikan ke negara asal. Niat mencari kehidupan yang, menurut mereka, lebih aman dan baik di negara lain, Australia, mengantarkan mereka terkatung-katung di samudra meninggalkan negeri kelahiran mereka.

Jadilah kemudian petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Banten harus rela naik turun kapal kayu untuk mengecek kesehatan imigran dan mengobati mereka ketika ada yang sakit. Kalau dibandingkan dengan masih banyaknya anak negeri yang kesehatannya tidak terpantau, tentu kerja petugas kesehatan ini jadi ironi.

”Kalau mereka mau ke darat, tentu akan lebih mudah melayani mereka,” kata Kepala Seksi Usaha Kesehatan dan Lintas Wilayah KKP Banten Erwin Hilianka.

Itikad baik Pemerintah Indonesia ini jelas disambut baik imigran Sri Lanka. Alex, juru bicara imigran Sri Lanka, memuji Pemerintah Indonesia dan TNI Angkatan Laut yang memperlakukan mereka dengan baik.

Namun, dia juga mempertanyakan, sampai kapan kebaikan itu bisa terus diberikan kepada mereka. Apalagi imigran tersebut sejatinya memang tak hendak tinggal di Indonesia, melainkan ke Australia.

Kedatangan imigran pun berkonsekuensi pada keharusan menjaga mereka oleh aparat keamanan RI, baik di sekitar kapal kayu maupun vila tempat hunian sementara imigran itu.

Terkait dengan kondisi Banten yang sering dilewati arus imigran, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mengatakan pentingnya segera dibangun gedung detensi untuk menampung imigran gelap. Apalagi hingga saat ini Banten belum memiliki rumah detensi. ”Tugas provinsi adalah membantu, misalnya dari sisi penyiapan lahan. Untuk bangunan, nanti bisa ditindaklanjuti pemerintah pusat melalui Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia,” kata Atut.

Biro Umum dan Perlengkapan Provinsi Banten pun akan menginventarisasi lahan yang dapat digunakan untuk pembangunan gedung detensi tersebut. Itikad menyediakan rumah detensi ini tentulah tidak akan muncul apabila tidak banyak imigran yang singgah atau ditangkap di Banten.

Wakil Gubernur Banten Mohammad Masduki ketika ditanya mengenai kerepotan yang dihadapi pemerintah daerah dalam mengurusi imigran berandai-andai, kalau saja imigran yang tujuannya ke negara lain itu bisa dilarang melewati atau masuk ke Banten, mereka tidak terbebani. Namun, dia memahami bahwa penangkapan imigran ini karena mereka melanggar aturan saat memasuki wilayah Indonesia ketika hendak ke negara lain.

”Mudah-mudahan arus imigran ini tidak berlanjut. Cukup Sri Lanka dan Afganistan yang lalu itu saja,” kata Masduki, Minggu kemarin.

Sebentuk harapan yang realistis apabila menimbang banyaknya kerepotan ketika harus mengurusi imigran ilegal itu. Teringat ketika ada seorang warga Cilegon berujar dengan nada penuh tanya, ”Tujuan mereka kan ke Australia, kenapa kita yang repot? Kawal saja mereka keluar dari wilayah perairan Indonesia dan biarkan mereka berlayar ke Australia.” Apa ya berani?